Indonesia baru-baru ini menyaksikan gelombang pengungsi Rohingya yang tiba dengan perahu dari Bangladesh, di mana mereka tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak dan tidak aman. Rohingya adalah minoritas Muslim yang dianiaya dari Myanmar, yang menghadapi kekerasan, diskriminasi, dan perpindahan selama beberapa dekade.
Para pengungsi telah disambut oleh otoritas dan masyarakat setempat di Aceh, yang telah memberi mereka makanan, tempat tinggal, perawatan medis, dan perlindungan. Orang-orang Aceh, yang sebagian besar adalah Muslim, telah menunjukkan solidaritas dan belas kasih kepada Rohingya.
Namun, para pengungsi juga menghadapi banyak tantangan dan ketidakpastian di Indonesia karena Indonesia tidak memberikan status suaka atau pengungsi ke Rohingya tetapi hanya memungkinkan mereka untuk menetap sementara sampai mereka dapat dimukimkan kembali ke negara ketiga.
Ada lebih dari 1.600 orang Rohingya di Aceh hingga Desember 2023. Perhitungan ini pastinya jauh lebih besar termasuk orang-orang Rohingya di wilayah lain di Indonesia. Sejumlah besar penutur Rohingya di Indonesia telah membuktikan kepada kita bahwa keberadaan bahasa Rohingya di Indonesia tidak dapat diremehkan. Karena itu, ada baiknya mengenal bahasa yang baru datang ini.
Rohingya (Ruáingga / رُاَينڠَ / 𐴌𐴟𐴇𐴥𐴝𐴚𐴒𐴙𐴝)
Bahasa Rohingya adalah bahasa Indo-Arya yang digunakan oleh orang-orang Rohingya, sekelompok minoritas Muslim dari Myanmar. Bahasa ini memiliki sejarah yang panjang dan kaya, tetapi juga menghadapi banyak ancaman dan tantangan di dunia modern.
Bahasa Rohingya milik cabang bahasa Bengali-Assam dari bahasa Indo-Arya dan terkait erat dengan bahasa Chittagonian yang digunakan di negara tetangga Bangladesh. Bahasa Rohingya dan Chittagonian memiliki tingkat kesalingpahaman yang tinggi. Bahasa Rohingya telah dipengaruhi oleh bahasa Arab, Persia, Urdu, dan Burma, serta bahasa-bahasa lain di wilayah tersebut.
Penulisan Rohingya yang paling awal berasal dari 350 tahun lalu dan menggunakan tulisan Arab. Namun, tulisan itu hilang selama periode kolonial Inggris dari tahun 1826 hingga 1946 dan oleh karena itu bahasa Inggris, Urdu, dan Persia terutama digunakan untuk komunikasi tertulis. Kemudian tulisan Hanifi, yang merupakan perpaduan antara tulisan bahasa Arab, Burma, dan Romawi, dikembangkan setelah kemerdekaan Burma.
Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dalam tulisan Hanifi |
Hanifi gagal di antara orang-orang karena kesulitan menggunakan tulisan ini di komputer. Tulisan yang terbaru dikenal sebagai Rohingyalish hanya didasarkan pada huruf Romawi yang tersedia di semua media modern. Tulisan ini terbukti sangat mudah dipelajari dan dipahami karena bahasa tertulis dan lisannya sangat serupa.
Contoh bahasa Rohingya di Rohingyalish
Komentar
Posting Komentar